Selamat Datang

dunia lebih kaya, lebih hidup, lebih bersegi banyak dari tampaknya, sebab setiap langkah daripada ilmu pengetahuan tertemukan di dalamnya segi-segi baru...

Kamis, 08 Januari 2009

ZARAH


Oleh Hasan Aoni Aziz US
Pemerhati sosial dan energi, tinggal di Kudus


”Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (al-Zalzalah – Kegoncangan, Surat 99:8)


ATAS nama butiran zarah, debu, atau atom-atom uranium yang bertubrukan dalam tabung reaksi – dalam skala raksasa kita kenal dengan pembangkit energi bertenaga nuklir, lingkungan kita telah dipertaruhkan untuk sebuah kecemasan bernama kelangkaan energi.
Dalam bentuk dan definisi wadag zarah-zarah berubah nama menjadi semen atau pasir. Ketiganya, uranium, semen dan pasir, sepanjang 2008 menjadi isu lingkungan paling mengguncang masyarakat Jawa Tengah dan DIY.

Keributan seolah tak bisa dihindari setiap keinginan membangun zarah, semen dan pasir itu di masyarakat. Penduduk di sekitar pantai selatan Kulonprogo Jogjakarta, demi mempertahankan ladang-ladang mereka, bersimbah darah melawan pemodal yang ingin menambang pasir besi.
Di Pati, warga sedulur sikep melawan pemerintah lokal dan Semen Gresik yang akan menambang karst di dekat sawah mereka. Di hadapan Gubernur Jateng Bibit Waluyo, Mbah Tarno, tokoh sedulur sikep itu, mengatakan, ”aku ora ngekon, yo ora ngrawehi,” (saya tak menyuruh, juga tidak melarang). Mengingatkan perlawanan diam pemimpin mereka bernama Samin Santiko di zaman Belanda dulu.
Amuk warga atas rencana penambangan pasir besi juga terjadi di Desa Balong Jepara. Warga yang selama ini gagah berani menolak pembangunan PLTN Fissi Muria di tapak desa itu, melawan pemerintah lokal dan pemodal.
Setara PLTN, semen dan pasir akan mengubah wajah lingkungan menjadi muram. Kecuali kita tetap menjaganya dari kecurangan AMDAL dan pencurian alam.
Mengapa harus menolak? Jawabannya dikatakan penganjur nuklir Alvin M. Weinberg. Kata Weinberg, menerima PLTN, sama membuat perjanjian dengan Iblis. Mengingatkan kita pada sebuah opera “Faust” karya Charles Gounod.
Faust, filsuf renta yang tipis harapan hidupnya setelah buntu memecahkan masalah keilmuan, mendapati Marqeurite yang cantik di bawah jendela loteng tempat dia bersiaga bunuh diri.
Ia terpesona kecantikan gadis itu lalu membuat perjanjian dengan Iblis Mephistopeles. Sang Iblis menjanjikan cinta Marqeurite untuk Faust, hanya jika Faust menyerahkan pengabdian sepanjang hidupnya untuk Mephistopeles.
Seperti nama surat tentang dosa sebutir zarah itu, kerusakan lingkungan adalah al-zalzalah. Kejahatan terhadap alam akan dihitung sebanyak butiran zarah yang mereka ciptakan.
Kudus, 07 Januari 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


 

Komentator Artikel