Selamat Datang

dunia lebih kaya, lebih hidup, lebih bersegi banyak dari tampaknya, sebab setiap langkah daripada ilmu pengetahuan tertemukan di dalamnya segi-segi baru...

Selasa, 20 Januari 2009

Lain Dulu dengan Sekarang

- Duka Buruh PR Jambu Bol (2-Habis)


LUKISAN yang tergantung di dinding salah satu kantor PR Jambu Bol menjadi salah satu bukti kejayaan pabrik tersebut. Lukisan dengan aneka warna cerah itu menggambarkan suasana di sekitar pabrik yang berada di Desa Ngembalrejo, Kecamatan Bae. Ada sebuah truk kotak yang mengangkut bungkusan rokok, ada pula mobil yang sedang melaju.
Sementara itu, beberapa buruh dengan muka ceria juga terlihat sedang berjalan di sekitar pabrik itu. Di sekitarnya, beberapa pedagang pasar tiban juga terlihat menggelar dagangan. Suasana yang riuh dari sebuah pabrik yang hidup tertangkap dari lukisan itu.
Entah siapa yang melukisnya. Yang pasti, gambaran dari lukisan itu jauh dari kondisi sekarang yang sepi dan hampir tak ada kegiatan sama sekali. Tak ada lagi, wajah buruh yang ceria.

Masa kejayaan itu sendiri dikisahkan berlangsung di tahun 80-90 an. Bahkan, hingga 2000 awal, masa itu masih sempat menghinggapi pabrik tersebut. Pemasaran terbesar dari rokok yang dihasilkan pabrik itu konon berada di Pulau Sumatera. Salah seorang kolega di sebuah pabrik rokok menggambarkan jika dulu, sementara pabrik rokok lain masih mengirim komoditinya dengan menggunakan mobil, maka Jambu Bol telah mengirim rokok menggunakan puluhan truk besar.
Masa kejayaan itu juga diingat dalam benak para buruh. Seorang buruh perempuan di Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo mengatakan, saat itu menjadi buruh di PR Jambu Bol menjadi idaman hampir setiap remaja di kalangan menengah ke bawah.
"Zaman dulu para remaja belum begitu mementingkan sekolah. Kami yang sebagian besar lulusan SD setelah lulus hanya ingin menjadi buruh Jambu Bol. Ada kebanggaan tersendiri bila kerja di sana," ujarnya.
Sementara buruh lain yang berasal dari Desa Bae, Kecamatan Bae mengatakan dulu satu orang buruh bisa mendapat pekerjaan membuat rokok hingga 9.000 batang per hari. Bahkan, jika ada yang memapu melakukannya dalam satu bulan penuh, maka akan diberi bonus.
"Saya sendiri pernah dapat bonus itu tiga kali berturut-turut. Lumayan juga jumlahnya," kenang perempuan yang mampu menyekolahkan anaknya hingga mendapat gelar sarjana dari mata pencahariaan itu.
Namun, kondisi tersebut jauh berbalik dengan sekarang. Saat masih diminta bekerja beberapa waktu lalu, dirinya mengaku hanya diminta membuat seribu batang rokok saja. Tentu saja, pendapatan yang diraihnya jauh berkurang.
Ya, hidup memang bagai roda. Kadang di atas, kadang di bawah. Tapi semestinya, kehidupan itu harus dijalani tanpa harus mengorbankan orang lain. (Selesai- Adhitia Armitrianto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


 

Komentator Artikel