Selamat Datang

dunia lebih kaya, lebih hidup, lebih bersegi banyak dari tampaknya, sebab setiap langkah daripada ilmu pengetahuan tertemukan di dalamnya segi-segi baru...

Sabtu, 26 November 2011

cerita nyata


Cerita mahasiswa Indonesia di Ausie.
Nyataa.

Suatu pagi,kami menjemput seseorg klien di bandara.
Org itu sdh tua,kisaran 60thn.
Si Bpk adl pengusaha asal Singapura,dgn logat bicara gaya melayu&english, beliau menceritakan
pengalaman2 hidupnya kpd kami yg msh muda.
Beliau berkata,"Ur country is so rich!" Ah biasa banget denger kata2 itu.

Tapi tunggu dulu."Indonesia doesn't need ...the world,but the world needs Indonesia,"lanjutnya.
"Everything can be found here in Indonesia, U don't need the world."
"Mudah saja,Indonesia paru2 dunia.Tebang saja hutan di kalimantan,dunia pasti kiamat. Dunia yg butuh Indonesia!
Singapura is nothing,we can't be rich without Indonesia.

500.000 org Indonesia berlibur ke Singapura tiap bulan. Bisa terbayang uang yg masuk ke kami,
apartemen2 terbaru kami yg beli org2 Indonesia,ga peduli harga selangit, laku keras.
Lihatlah RS kami,org Indonesia semua yg berobat.Trus,kalian tau bagaimana kalapnya pemerintah kami ketika asap hutan Indonesia masuk?
Ya,bener2 panik. Sangat terasa, we are nothing.

Kalian tau kan kalo Agustus kmrn dunia krisis beras.Termasuk di Singapura dan Malaysia?
Kalian di Indonesia dgn mudah dpt beras. Liatlah negara kalian, air bersih di mana2,
liatlah negara kami,air bersih pun kami beli dari Malaysia.
Saya ke Kalimantan pun dlm rangka bisnis, krn pasirnya mengandung permata.
Terliat glitter kalo ada matahari bersinar. Penambang jual cuma Rp 3rb/kg ke pabrik china, si pabrik jual kembali seharga Rp 30rb/ kg.
Saya liat ini sbg peluang.

Kalian sadar tidak kalo negara2 lain selalu takut meng-embargo Indonesia!
Ya,karena negara kalian memiliki segalanya.Mereka takut kalau kalian mnjadi mandiri,makanya
tidak di embargo. Harusnya KALIANLAH YG MENG- EMBARGO DIRI KALIAN SENDIRI.
Belilah pangan dr petani2 kita sendiri, belilah tekstil garmen dr pabrik2 sendiri.
Tak perlu impor klo bs produk sendiri. Jika kalian bs mandiri,bisa MENG- EMBARGO DIRI SENDIRI, INDONESIA WILL RULE THE WORLD!!
Plis share ya biar sampe ke seluruh bangsa Indonesia...

thank u ^.^"

[+/-] Selengkapnya...

Senin, 26 Januari 2009

METAMORFOSA PLTN


Oleh Hasan Aoni Aziz US
Ketua Masyarakat Reksa Bumi (MAREM)


PENOLAKAN berbagai elemen masyarakat Jepara, Kudus, dan Pati terhadap bantuan alat laboratorium nuklir Batan untuk SMA Islam Jepara menghiasi halaman koran lokal di Jawa Tengah pertengahan Desember lalu. Isu ini kembali menghubungkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Bantuan alat laboratorium ini dinilai sebagai cara baru Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional) memromosikan PLTN fissi Muria.
Sepanjang 2008, Batan rajin melakukan program diseminasi (penyemaian) iptek nuklir. Diseminasi dilakukan dalam bentuk bantuan laboratorium dan benih tanaman hasil radiasi nuklir.
Adakah hubungan bantuan-bantuan itu dengan PLTN?

Nuklir dan PLTN
Nuklir telah lama berperan dalam dunia kesehatan, industri, geologi, juga pertanian. Sebagai badan nasional yang menangani nuklir, Batan melakukan berbagai riset iradiasi isotop dan menyokong dunia kesehatan dan farmasi Indonesia. Di bidang pertanian ditemukan benih padi Mira dan kedelai Muria, Meratus, Mitani, dan Rajabasa mutan hasil radiasi.

Namun, orang yang paham teknologi akan memahami bahwa risiko teknologi selalu tertanam dalam rancangannya. Dunia kedokteran menyarankan, penyinaran ronsen sebaiknya dilakukan enam bulan sekali. Lebih dari itu berisiko mematikan sel-sel tubuh lebih besar. Sedang, konsumsi biji hasil pemuliaan benih radiasi masih menjadi kontroversi dunia.

Penolakan masyarakat Muria agaknya tidak dalam kapasitas itu. Masyarakat menolak, karena dalam bantuan itu tertanam promosi pembangunan PLTN.
PLTN adalah pembangkit berbahan bakar uranium. Memiliki risiko radiasi mematikan saat terjadi kecelakaan, baik oleh kegagalan, kelalaian operasi maupun bencana alam. Kasus kebocoran PLTN Chernobyl Ukraina, bekas negara Uni Soviet (1986), Three Mile Island Amerika (1979), serta PLTN Kashiwazaki Jepang akibat gempa (2007) menjadi sindroma kuat yang tertanam di benak masyarakat Muria.

Dari head on ke hidden
Pilihan diseminasi nuklir melalui lembaga pendidikan dan pertanian adalah metamorfosa promosi PLTN Batan hasil belajar tahun 2007. Komunikasi langsung (head on) sepanjang 2007 telah menuai tentangan. Batan merubah model komunikasi itu melalui diseminasi nuklir.

Dalam ilmu komunikasi pendekatan ini disebut hidden communicate (menyampaikan secara terselubung). Ada dua sasaran model ini. Pertama, di ranah kognitif masyarakat akan memahami nuklir dan PLTN sebagai iptek yang positif. Untuk mendukung ini, Kementerian Riset dan Teknologi mengeluarkan buku suplemen untuk siswa SMP berjudul “PLTN, Manfaat dan Potensi Bahayanya”.

Dalam diskusi bersama Marem, Percik dan Listhia akhir Nopember lalu disimpulkan bahwa buku ini menyesatkan. Terdapat bias antara nuklir dan PLTN serta menyederhanakan aspek kebahayaan. Mengingatkan kita pada pelajaran sejarah di sekolah tentang G-30 S-PKI serta film-film tentangnya di era Orde Baru yang sangat distortif terhadap sejarah.
Sebuah kuesioner Batan atas pengetahuan 60 guru fisika, kimia dan biologi di Demak, serta poll tingkat pengetahuan PLTN mahasiswa Semarang tahun 2008 mendorong Batan melakukan diseminasi (www.infonuklir.com).

Mengapa siswa SMP dan mahasiswa menjadi sasaran? Tampaknya Batan sangat paham apa arti “cohort”. Cohort adalah segmen usia tertentu yang pada kurun selanjutnya berpotensi menjadi pembela apa yang diedukasi sekarang. Mereka bagai kepompong yang dinanti menjadi kupu-kupu. Dunia internet telah menuai pasar cohort netter mulai 2000-an setelah pada dekade 90-an dihujani beribu informasi tentang dunia maya.
Kedua, bantuan laboratorium bisa menerbitkan bond of merit (rasa utang budi). Makin banyak penerima bantuan, makin banyak pula dukungan. Pencapaian sasaran akan melampaui tidak saja pemahaman (kognitif), tetapi juga sikap setuju (afektif) dan keputusan menerima (psikomotorik) PLTN.


Belajar dari Jepang

Jepang adalah negara yang lebih dari 30 persen total kebutuhan listriknya dipasok PLTN. Sebagai negara yang sepi sumber energi dan sulit keluar dari kebutuhan PLTN karena industrialisasi yang pesat, pemerintah Jepang juga mendapat tentangan masyarakat lokal. Sebagai promosi, Jepang melakukan program diseminasi nuklir.
Batan belajar dari Jepang dan membuat kerjasama dalam Memorandum of Cooperation on the Promotion on Nuclear Power Plant Development, 22 Nopember 2007. Bahkan Jepang melalui Jetro mengucurkan bantuan Rp. 2,5 M berpatungan dengan Kaico dari Korsel untuk kepentingan sosialisasi. Cara-cara pendekatan diseminasi yang dilakukan Jepang kini ditiru Batan.

Pada ultah ke-50 Batan, Menteri Ristek Kusmayanto Kadiman berkata, dari keempat program FEW+H atau food, energy, water, and health, bidang energi paling sulit diwujudkan. Isu PLTN masih berkubang di ranah sosiopolitik. Maka, Batan perlu melakukan pembelajaran publik (Kompas, 5/12/08).
Tapi, gerakan masyarakat lokal di Jepang berbeda dengan masyarakat di sekitar Muria. Di Jepang masyakarat terhimpun ke dalam struktur sosial monolitik, yang penentangannya lebih mencirikan perjuangan kelas.

Sedang, masyarakat Muria berbaur bersama, terdiri atas petani, nelayan, pekerja, kaum agamawan, mahasiswa, juga pengusaha. “Sebuah gerakan civil society yang unik,” kata Richard Tanter, peneliti RMIT University Australia.
Batan suatu saat mungkin kembali memilih model head on, karena Pemerintah atas nama kepentingan publik dapat memaksa PLTN. Dalam persepektif ke-Amdal-an, penolakan masyarakat hanya diakomodir sebagai variabel pelengkap daripada pencegah. Pemerintah akan membangun alasan oleh apa yang di-fait a comply sebagai krisis sumber energi. Sesuatu yang ditentang kelompok anti-PLTN sebagai krisis managemen energi.
Dalam ancaman krisis itu, Indonesia kelak akan memasuki zaman gelap, yang akan terang jika memilih PLTN. Sesuatu yang oleh kelompok anti-PLTN dinilai absurd, karena Indonesia amat kaya sumber energi terbarukan, seperti panas bumi, surya, gelombang laut, angin dan biofuel.
Metamorfosa ke head on akan kembali dipilih hanya jika program diseminasi nukir berhasil menetaskan cohort-cohort PLTN.


[+/-] Selengkapnya...

MUI Diminta Tidak Keluarkan Fatwa Haram Rokok

Press release DPRD Kudus
Soal Isu Fatwa Haram Rokok

Kudus, 20 Januari 2009– Majelis Ulama Indonesia (MUI) diminta tidak mengeluarkan fatwa haram rokok. Permintaan itu disampaikan Ketua DPRD Kabupaten Kudus Drs. H Asyrofi saat audiensi dengan pengurus MUI di Jakarta kemarin (20/01/09). Dalam pertemuan itu, Asyrofi didampingi ketua MUI Cabang Kudus, pengurus Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), pengurus Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), Ketua SPSI Kudus, Asisten II Bupati Kudus, dan ISES Indonesia.

Sebagaimana diketahui, MUI pada 24-25 Januari 2009 berencana mengadakan ijtimaul ‘ulama (kesepatakan ulama) tentang rokok di Padang Panjang. Selain rokok, perkawinan dini juga akan dibahas di pertemuan itu.

Menurut Asyrofi, pembahasan agenda rokok MUI perlu disikapi secara kritis. Putusan haram rokok, katanya, dapat memicu regulasi ikutan, baik oleh departemen di pemerintahan maupun oleh pemerintah daerah. Jika ini terjadi, kata Asyrofi, fatwa haram rokok merupakan lonceng kematian bagi industri rokok.

Sebagai daerah berbasis industri rokok, masyarakat Kudus amat menggantungkan perekonomiannya dari bisnis rokok. Berdasarkan data Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), saat ini tercatat ada 95 ribu karyawan dari 15 pabrik yang tergabung dalam PPRK. Jika ditambah dengan 115 pabrik yang tergabung dalam Forum Perusahaan Rokok Kudus (FPRK), serta puluhan pabrik lain yang tak berasosiasi, total jumlah karyawan rokok mencapai 120-an ribu.

Dalam jangka panjang, sambung Asyrofi, fatwa haram rokok berpotensi mengurangi konsumsi rokok. Pengurangan konsumsi akan mengakibatkan lesunya produksi rokok. Sebagai perusahaan padat karya, khususnya untuk jenis sigaret kretek tangan (SKT), pabrikan rokok pun tidak bisa mengelak dari keputusan mem-PHK karyawan.

Direktur Eksekutif Institute for Social and Economic Studies (ISES) Indonesia Hasan Aoni Aziz US mengatakan, MUI sejauh ini terkesan memihak kelompok anti-tembakau. Pendapat-pendapat MUI mengesankan seolah-olah fatwa haram telah diputuskan. Dalam memandang dampak sosial rokok, Hasan mengatakan, buruh rokok harus ditempatkan dalam perspektif korban. “Buruh adalah kelompok yang sangat rawan terhadap kebijakan pembatasan rokok,” tuturnya. Karena itu, selain memerhatikan kepentingan anak dan ibu hamil, nasib buruh juga perlu diperhatikan.

Peta Jalan

Dalam rancangan peta jalan (road map) industri rokok, orientasi industri rokok dirancang dalam tiga konsentrasi. Untuk periode 2007-2010 terkonsentrasi untuk kepentingan pendapatan (pro income), 2010-2015 untuk tenaga kerja (pro job), dan 2015-2020 untuk kepentingan kesehatan (pro health).

Dalam implementasi pro income, Kudus berdasarkan data PPRK sejak 2005-2008 telah menyumbang cukai rokok rata-rata 26,12% dari total pendapatan cukai rokok nasional. Pada 2008, setoran cukai Kudus mencapai Rp. 11 triliun atau 20 persen lebih dari penerimaan negara atas rokok yang mencapai Rp. 50 trilyun. Pendapatan cukai nasional itu setara 5 persen dari APBN 2008 yang mencapai Rp. 1000 triliun. Dari setoran sebesar itu, sebagian dikembalikan kepada daerah penghasil cukai rokok dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH). DBH tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan, salah satunya mempersiapkan industri rokok dan masyarakat menghadapi deindustrialisasi rokok. Jika fatwa haram jadi diputuskan, maka MUI telah melakukan percepatan melampaui peta jalan industri rokok yang dirancang pemerintah.

Mudharat

Fatwa haram rokok dalam implementasinya juga bisa menimbulkan hukum ikutan. Yaitu memandang bahwa segala yang berkaitan dengan proses produksi dan penjualan rokok menjadi haram. Ketentuan ini bisa mendorong kelompok organisasi keagamaan tertentu untuk melakukan razia terhadap rokok. Sebagaimana tindakan razia kelompok ini terhadap minuman keras, hal sama dapat mereka lakukan terhadap rokok, karena merasa mendapat legitimasi hukum agama.

Dengan berbagai alasan tersebut, DPRD Kudus telah menjaring pandangan dari berbagai elemen masyarakat di Kudus. Hasil pandangan itu dituangkan dalam “Pokok-pokok Pikiran soal Fatwa Haram Rokok” yang diserahkan kepada MUI. Dalam pmandangan itu, Asyrofi meminta agar MUI menurunkan proposal pembahasan fatwa haram rokok dari agenda bahasan. “Sebaiknya MUI mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah agar mengeluarkan regulasi pembatasan merokok melengkapi aturan yang sudah ada. Pengaturan rokok cukup melalui hukum positif saja,” kata Asyrofi.

Sementara Ketua MUI Cabang Kudus KH Syafiq Nashan, mengatakan, dia akan menggalang kesatuan dengan MUI dari daerah basis industri rokok untuk mendorong MUI pusat agar tidak mengeluarkan fatwa haram. “Hukum makruh (perbuatan yang tercela) sudah cukup menghukumi perbuatan merokok,” tuturnya.

Kudus, 20 Januari 2009 (HA)


[+/-] Selengkapnya...


 

Komentator Artikel