KERIS Cintaka, pusaka peninggalan Sunan Kudus memang selalu membawa aura tersendiri saat dijamas. Seakan-akan pusaka tersebut selalu membuat suasana alam menjadi netral.
Seperti yang terjadi Senin (15/12), saat pusaka tersebut dimandikan. Kudus yang akhir-akhir ini lembab dan basah, sejenak berganti teduh tidak lembab, namun tidak juga panas menyengat. Alam seakan netral mengiringi penjamasan.
Entah kebetulan atau mitos, fenomena itu setidaknya sering dirasakan sendiri Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK), EM Nadjib Hasan. “Sejak saya kecil, suasana redup dan teduh saat penjamasan selalu terjadi. Dalam ungkapan Kudusan seperti jembebrek, tidak ada hujan, panas, dan mendung,” ujarnya seusai penjamasan Keris Cintaka.
Nadjib tampaknya tak beromong kosong karena begitu selesai penjamasan keris dan tombak trisula, cuaca langsung terang. “Sudah sering, apalagi beberapa tahun belakangan,” imbuhnya.
Penjamasan terhadap pusaka, menurut Nadjib, dilakukan setiap Senin atau Kamis pertama setelah hari tasyrik. “Kalau setelah hari tasyrik yang jatuh pertama Kamis, pelaksanaannya Kamis. Karena kemarin hari tasyrik jatuh pada Selasa, Rabu, dan Kamis, maka setelah tasyrik yang pertama adalah Senin,” ujar menceritakan pusaka yang dinamai berdasar istilah cinta pusakanya.
Pemilihan hari itu sudah menjadi tradisi turun-temurun sejak dulu. Dengan demikian, pelaksanaannya mengikuti tradisi yang sudah ada. Penjamasan terhadap keris luk sembilan itu, kemarin dilakukan oleh H Fakihuddin. Setelah Keris Cinthoko dijamas, menyusul tumbak peninggalan Sunan Kudus, berupa dua trisula. Dua pusaka tersebut setiap harinya terpampang mengapit pintu mimbar pada Masjid Menara Kudus.
Waktu penjamasan, antara tumbak dan keris diusahakan tidak bersamaan. Kalau kedua pusaka bertemu, salah satu pamor dari pusaka tersebut akan tersedot. Maka, sebelum keris tersebut disarungkan, tumbaknya tidak boleh masuk pada lokasi penjamasan.
Penjamasan atau pembersihan tersebut antara lain menggunakan jeruk nipis, untuk menghapus karat pada besi pusaka. Dilanjutkan dengan merendam pada air merang (batang padi) ketan hitam.
Seusai penjamasan, dilanjutkan dengan tahlil dan doa. Dengan menghidang jajanan pasar. Makanan ringan yang dibeli dari pasar itu sebagai simbol sebuah kesederhanaan. Disajikan juga opor dan ayam bakar tanpa bumbu yang konon merupakan makanan kesukaan Sunan Kudus. (Sony Wibisono-76)
Selasa, 16 Desember 2008
Pusaka Sunan Kudus yang Selalu Memainkan Cuaca
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
mas sony kapan-kapan lagi uraianya dalam bentuk cerita ya... itu lohh kayak nopel2..
Posting Komentar