Selamat Datang

dunia lebih kaya, lebih hidup, lebih bersegi banyak dari tampaknya, sebab setiap langkah daripada ilmu pengetahuan tertemukan di dalamnya segi-segi baru...

Sabtu, 27 Desember 2008

Lomba Foto Seni Budaya Kudus

LINTAS MURIA
24 November 2008
Mencari Keabadian dari Mata Lensa



Oleh Sony Wibisono
PENYIKAPAN yang arif terhadap karya fotografi adalah kebijaksanaan terhadap sejarah.
Dengan pengabadian peristiwa melalui mata kamera, suatu momen yang mungkin hanya datang satu kali sepanjang sejarah dapat tersimpan.

Ini adalah bentuk penghargaan terhadap keniscayaan perubahan zaman. Namun apakah setiap orang dapat memperlakukan secara arif? Mungkin tidak semuanya, meski ada segelintir orang punya kepekaan ke sana.

Pernyataan itu mungkin bisa menjadi sandaran pada usaha pendokumentasian sekaligus kompetisi yang digelar Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kudus, saat menggelar lomba foto seni dan budaya Kudus.
Sabtu, (22/11) di Taman Krida hasil jepretan dari puluhan peserta itu dinilai oleh dewan juri.

Dewan juri yang terdiri dari Prayitno (wartawan Suara Merdeka), Bahrul Ulum (fotografer muda) dan Agus Cemplik (perupa) akhirnya memberikan juara pertama pada foto rumah adat karya Iwan Setiyawan.
Iwan sekaligus meriah juara harapan III pada karya foto tentang aktivitas giling rokok.


Juara kedua dan ketiga berturut-turut diraih Chusnul Murod dan Ahmad Rofiq.

Setelah sebelumnya juga digelar event fotografi dengan tema benda cagar budaya, lomba kali ini difokuskan pada foto rumah adat dan aktivitas menggiling rokok kretek. Peserta diwajibkan mengirimkan dua karya tentang rumah adat dan aktivitas giling rokok.

Bupati Kudus Musthofa, didampingi Kepala Disparbud, Brata Subagya, saat menghadiri acara berharap foto-foto tersebut menjadi amunisi untuk promosi pariwisata Kudus.
“Bukan hanya fotonya yang dilihat, tapi ini bisa menjadi gambaran Kudus untuk membuka lebih lebar akses pariwisata,” kata Musthofa.

Ya, lebih dari itu tentunya bukan sekedar foto sebagai promosi. Lebih lengkap dan arif jika karya tersebut mampu memberi sumbangan bagi sejarah perjalanan budaya Kudus.

Puluhan foto aktivitas giling yang baru diambil sepekan lalu di PR Djanur Kuning itu, lima tahun lagi mungkin belum berubah banyak. Tapi ia layak disimpan dan dirawat, meski belum banyak berbicara.

Mungkin nanti, jika gilingan rokok sudah berubah bentuk, seragam pembatil berganti mode, atau bahkan pabrik gulung tikar, baru terasa jika foto menjadi sangat berarti.
Dengan begitu kita tidak perlu cemburu pada Mark Hanusz yang menyusun buku kretek, ’’The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarette’’.

Meski Kudus juga punya dokumen foto kretek yang lebih kuno, karya foto dalam buku Hanusz sangat jeli menggambarkan proses budaya kretek.(79)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


 

Komentator Artikel